Peringati 24 Tahun Reformasi dan Hari Buruh, Ratusan Massa Aksi Membawa Tuntutan!

Sumber foto: Vokalpers

Semarang, Vokalpers – Mahasiswa, buruh, seniman, dan elemen masyarakat menggelar aksi demo di depan kantor pemerintah Provinsi Jawa Tengah dalam seruan aksi Reformasi Dikorupsi Oligarki, Sabtu (21/05/2022).

Dalam aksi ini, massa aksi memperingati 24 tahun lengsernya rezim tangan besi Soeharto (reformasi), massa aksi menyoroti demokrasi yang terjadi pascareformasi yang jauh dari bentuk asas demokrasi. Banyak terjadi pembungkaman berpendapat, berserikat, dan bersuara dilingkup publik. Aksi yang dilakukan ini juga berbarengan dengan Hari Buruh Internasional yang selalu diperingati setiap bulan Mei, dalam hal ini buruh menilik kembali disahkannya omnibus law yang dirasa tidak berpihak dengan nasib buruh.

Pantauan awak Vokalpers, massa aksi berangkat dari titik kumpul di Jalan Peleburan atau tepatnya di depan patung kuda Universitas Negeri Diponegoro (Undip) sekitar pukul 13.30 WIB. Mereka mulai berjalan dari titik kumpul dengan long march sambil menyanyikan lagu-lagu perjuangan. Selain itu, massa aksi juga membawa spanduk tuntutan di depan kantor Gubernur Jawa Tengah.

Sesampainya di lokasi, perwakilan koordinator dari berbagai elemen menyampaikan orasi berisi beberapa tuntutan yang ingin disampaikan kepada pemerintah. Tuntutan yang disampaikan tidak hanya mewakili dari salah satu pihak, tapi mencakup segala aspek dari buruh, sampai isu konflik agraria.

“Tuntutan dari aksi ini banyak karena kita di sini aksi gak cuman dari buruh, ada isu agraria  yang kita bawa, ada isu pendidikan yang kita bawa, terus juga ada isu HAM yang kita bawa karena memperingati reformasi,” tutur Galuh sebagai korlap (koordinator lapangan) aksi.

Beberapa tuntutan yang disampaikan kepada pemerintah, massa aksi menitikberatkan pada segala bentuk represifitas yang dilakukan aparat yang sangat mencederai demokrasi, dimana hak menyampaikan pendapat adalah hak yang sangat fundamental bagi setiap manusia.

Tidak hanya bentuk represifitas yang disoroti, Galuh dalam tuntutan pada aksi reformasi dikuasai oligarki mengutamakan kesejahteraan masyarakat tanpa memandang latar belakang. Sebab kondisi saat ini, ketimpangan terjadi dimana-mana.

“Poin utamanya yang pasti adalah jangan lagi ada represifitas, kemudian kita di sini negara demokrasi pasti kita menjunjung demokrasi, yang kedua untuk kesejahteraan masyarakat umum mulai dari lapisan atas sampai bawah bahkan sampai anak-anak di jalan sekalipun itu merupakan hal negara untuk menghidupi mereka,” ucapnya.

Disinggung soal demokrasi setelah 24 tahun lengsernya rezim otoriter Soeharto, Galuh menanggapi bahwa demokrasi sekarang masih dinilai di bawah rata-rata atau tiarap. Sebab, ia melihat kondisi di lapangan masih terjadi tindakan represifitas.

Menurut dia, ketika menyampaikan pendapat di media sosial (medsos) masih berurusan dengan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), serta buzzer-buzzer yang dianggap kebal hukum. Padahal bentuk penyampaian pendapat sudah diatur dalam undang-undang dan semua orang bebas berpendapat. Tapi dalam pengimplementasian aturan tersebut tidak sesuai kenyataan, hal itu yang membuat pihaknya resah.

“Sebenarnya menurut saya sendiri demokrasi yang sekarang, masih sangat di bawah rata-rata, dibilang gak lagi merangkak tapi tiarap karena di lapangan kita masih mengalami represifitas, kalau kita menyampaikan di media kita dihadapkan dengan UU ITE dan buzzer-buzzer yang bisa dikatakan mereka kenal hukum. Kemudian hal tersebut membuat kami resah, namanya negara demokrasi pasti ada jaminan menyampaikan pendapat itu udah diatur dalam undang-undang juga, tapi dalam kenyataan sekarang hal itu justru di luar daripada itu,” tutur salah seorang mahasiswa yang berkuliah di Universitas Negeri Semarang.

Dengan diselenggarakan aksi pihaknya berharap, perjuangan tidak akan padam setelah membubarkan diri. Menurut Galuh, dengan kita peka terhadap keresahan di sekitar kita, rasa perlawanan terhadap segala penindasan akan muncul tanpa dikultuskan.

“Pasti yang namanya perjuangan kita gak akan berhenti yang pertama itu, yang kedua kita mengajak seluruh elemen masyarakat terlebih yang merasakan namanya resah sekalipun itu dan lebih melek lagi kepada dunia dan negara pada saat ini, melihat temannya disebelah apakah dia masih kelaparan atau tidak,” imbuhnya.

Dalam kesempatan yang sama, koordinator Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Jawa Tengah, Mulyono, menambahkan pihaknya menuntut UU Omnibus Law Cipta Kerja segera dicabut. Pasalnya, undang-undang tersebut dinilai cacat formil.

Adanya UU tersebut, pihaknya juga menganggap buruh tidak mendapatkan kesejahteraan, namun lebih memihak kepada kekuasaan modal.

“Harapannya dengan aksi ini, ada semacam kebijakan yang mengarah buruh menjadi lebih sejahtera, dan lebih baik. Tuntutannya adalah cabut omnibus law, bagaimanpun itu cacat formil, sekarang masih diberlakukan ini sungguh aneh di negara kita ini, “ keluh Mulyono.

Penulis: Yasin Fajar Augusta.